Pagar Makan Selokan
Thêm bài hát vào playlist thành công
© 2023 Nawasena Adhya Deepa
℗ 2023 Nawasena Adhya Deepa
Saya hidup di perumahan KPR, berbagi tembok dengan tetangga. Pastinya hangat dan mesra, meski tak jarang ada saja perbincangan yang kurang berkenan. Ah,.. sekedar romantika. Selebihnya, enjoy aja menikmati keseharian saya.
Pada masa awal perumahan belum penuh penghuninya, dan rata-rata usia rumahtangga penghuninya masih relatif muda, lingkungan tertata asri dan nyaman dilihat. Tapi, dengan meningkatnya usia pernikahan yang sudah barang tentu diikuti dengan banyaknya anak-anak yang dilahirkan, mulailah satu dua dan hampir seluruh rumah dibangun dan ditinggikan. Apadaya, ... kebutuhan tempat tinggal tak sepadan dengan lahan yang disediakan.
Kemudian, satu dua warga membeli kendaraan roda empat. Diikuti pula oleh warga-warga yang lain. Sekali lagi, itu juga karena kebutuhan. Namun, ironisnya carport tak memadai untuk parkir kendaraannya, sehingga terpaksa pintu pagar pun dibongkar. Akhirnya, pintu pagar dipaksa untuk maju. Jika hanya sebatas garis selokan, mungkin tak begitu mengganggu. Tapi, kini bahu jalan pun tertembok dan tergembok oleh pagar yang dipaksakan ini. Sungguh tidak elok dan tidak nyaman dipandang.
Banyak orang bertanya kepada saya, bukankah itu tidak diperbolehkan? Mengingat bahu jalan bukanlah milik pribadi yang bebas digunakan.
Bahkan ada yang mempertanyakan, tak takutkah mereka pada hisab amalan, ketika mempergunakan tanah yang bukan haknya? Karena terlanjur terekam di tengah masyarakat, bahwa barangsiapa yang menguasai tanah/lahan yang bukan menjadi haknya, maka mereka akan terlaknati nanti ketika kematiannya. Wallohu a'lam.
Kebetulan kalau di lingkungan saya, orang-orang yang seenaknya memakai lahan yang bukan haknya adalah orang-orang yang masyarakat nilai mereka mengerti kaidah agama. Ada seorang ketua DKM, ada seorang ustadz yang di segani, dan banyak yang memiliki pendidikan tinggi. Tapi, rata-rata mereka berpenghasilan lebih, setidaknya dilihat dari apa yang telah mereka miliki.
Sebenarnya, adakah aturan tersendiri yang mengatur masalah seperti ini ? Mengingat jika dibiarkan, tata bangunan benar-benar semrawut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya
© 2023 Nawasena Adhya Deepa
℗ 2023 Nawasena Adhya Deepa
Payment Processing...
Payment is being processed by . Please wait while the order is being comfirmed.
Bangun Pagar Makan Badan Jalan Umum
Laporan Reporter Tribun Lampung Eka A Solihin
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Yth Pengamat Hukum. Tetangga kerabat saya membangun pagar rumah namun pagar tersebut berdiri memakan badan jalan yang seharusnya diperuntukkan bagi kepentingan umum.
• Sudah Inkracht, Warga Belum Terima Ganti Rugi Lahan Tol
Apakah tindakan tersebut bisa berimpilkasi pidana? Bila iya, siapa yang bisa mengambil langkah hukum?
Pengirim +62811728xxx
Ancaman Denda Paling Banyak Rp 1,5 Miliar
Membangun pagar jenis apapun dalam kehidupan adalah hal penting guna mendukung tujuan hidup seseorang.
Pagar pada dasarnya dapat diartikan sebagai titik penentuan atau batasan atas suatu keadaan tertentu dengan harapan tidak ada yang melewati batas itu secara tak manusiawi, karena jika melewati batas maka akan bermasalah secara hukum dalam kehidupan sosial masyarakat.
Membangun suatu bangunan atau pagar harus di atas tanah hak milik sendiri, sehingga tidak mengganggu tanah orang lain atau ruang pendukung fasilitas umum yang menjadi milik masyarakat umum.
Membangun pagar bukan di atas tanah sendiri dan menguasai ruang badan jalan adalah termasuk dalam kategori perbuatan yang dapat menyebabkan gangguan fungsi jalan dan fasilitas pejalan kaki (trotoar), hal ini berdasarkan Pasal 274 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat dipidana dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.
• Mobil Ikuti Ambulans Terabas Lampu Merah
Selain itu, di dalam ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, terkait Ketentuan Pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 bulan atau denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Pihak yang dapat mengambil langkah hukum, dapat saja dilakukan oleh aparat pemerintah dari Dinas Tata Kota, Dinas Perhubungan, Polisi Pamong Praja, Camat, Lurah, Ketua RT/RW ataupun masyarakat pribadi (perorangan) yang merasa terganggu kepentingannya atas perbuatan yang memasang pagar di atas fasilitas umum tersebut.
Gindha Ansori Wayka SH MHPengamat Hukum di Bandar Lampung